sergapkriminal/NTT - Sebuah langkah progresif dilakukan Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Ruteng dalam mendukung ketahanan pangan nasional sekaligus meningkatkan kualitas pembinaan terhadap warga binaan.
Melalui peresmian Sarana Asimilasi dan Edukasi (SAE), Rutan Ruteng kini membuka jalan bagi para narapidana untuk berubah menjadi petani terampil yang siap kembali ke masyarakat dengan keterampilan baru.
Peresmian SAE dilakukan pada Senin, 28 Juli 2025 oleh Ketut Akbar Herry Achar, Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Dalam keterangannya kepada awak media, Ketut Akbar menekankan bahwa pembangunan SAE ini merupakan wujud nyata dari reformasi pemasyarakatan berbasis hak asasi manusia dan pemberdayaan.
"Sarana Asimilasi dan Edukasi ini adalah tempat untuk memberikan pembinaan nyata kepada warga binaan yang telah memenuhi syarat. Mereka tidak lagi hanya menjalani hukuman, tetapi dibina dan diberdayakan agar memiliki keterampilan hidup saat kembali ke masyarakat," ujar Ketut.
Ia menyebut program ini sejalan dengan agenda besar Presiden Prabowo Subianto dalam bidang ketahanan pangan, serta seiring dengan 13 Akselerasi Pemasyarakatan yang digagas oleh Menteri Hukum dan HAM.
SAE, jelas Ketut, adalah bentuk konkret peran pemasyarakatan dalam membangun bangsa melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia, termasuk mereka yang sedang menjalani pidana.
Dari Balik Tembok ke Ladang Terbuka
SAE Rutan Ruteng saat ini memanfaatkan lahan terbuka yang masih berada dalam kawasan pengawasan rutan, namun memungkinkan warga binaan yang telah memenuhi syarat untuk bekerja di luar tembok penjara secara terbatas dan terpantau.
Mereka terlibat langsung dalam kegiatan pertanian seperti menanam sayuran, mengolah lahan, hingga merancang pengembangan warung penjualan hasil tani.
"Setengah dari masa pidana sudah bisa dibawa ke sini, asalkan telah melalui sidang TPP, ada asesmen, dan pemenuhan syarat administratif. Mereka tidak serta merta keluar, tapi benar-benar dipilih yang layak dan bisa diberdayakan," jelas Ketut.
Menurutnya, lokasi SAE di tengah kota Ruteng adalah keuntungan strategis yang harus dimanfaatkan secara maksimal.
Ia berharap hasil panen warga binaan bisa langsung dijual di lapak-lapak kecil yang disiapkan di sekitar area rutan, sebagai bagian dari proses pembelajaran kewirausahaan.
Sementara itu, ditempat yang sama, Kepala Rutan Kelas IIB Ruteng, Saiful Buchori, menyambut baik dukungan penuh dari Kanwil Kemenkumham NTT dan menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor dalam mengembangkan SAE ke depan.
"Kami tidak bisa bekerja sendiri. Pembinaan dan pemberdayaan warga binaan memerlukan dukungan dari pemerintah daerah, masyarakat, dan media. Kolaborasi adalah kunci untuk menjadikan warga binaan sebagai subjek yang aktif dalam proses rehabilitasi," tegas Saiful.
Ia menjelaskan bahwa program pertanian sebenarnya sudah berjalan lama di dalam rutan, namun sejak adanya dorongan dari pusat dan instruksi 13 akselerasi, Rutan Ruteng semakin giat memaksimalkan potensi lahan yang ada.
"SAE telah menjadi ruang konkret untuk praktik pembinaan yang lebih aplikatif dan berdampak nyata bagi warga binaan," jelas Saiful.
Lebih lanjut, Saiful menerangkan bahwa SAE untuk tahap awal melibatkan enam orang warga binaan, dan akan terus ditingkatkan seiring evaluasi kapasitas lahan dan kesiapan sumber daya.
Menariknya, seluruh pembiayaan kegiatan berasal dari koperasi internal Rutan dan dana operasional terbatas, termasuk untuk pembelian bibit dan sarana tanam.
"Kami pakai dana koperasi, bibit murah, dan tenaga kerja dari warga binaan sendiri. Hasil panen nanti bisa disisihkan untuk premi atau semangat bagi mereka. Ini benar-benar menjadi ladang harapan," kata Saiful.
Lebih dari sekadar ladang pertanian, SAE juga akan menjadi pusat pelatihan kerja dan edukasi non-formal. Di dalamnya akan dikembangkan pelatihan keterampilan lain seperti pertukangan, pengolahan hasil pertanian, dan pelatihan usaha kecil menengah (UKM).
Seluruh proses di SAE dirancang untuk menyiapkan warga binaan kembali ke tengah masyarakat sebagai individu yang lebih siap, terampil, dan memiliki mentalitas baru. Dengan keterampilan dan pengalaman yang didapatkan, mereka diharapkan tidak kembali terjerumus dalam tindakan kriminal.
"Dengan adanya SAE, kami ingin menurunkan angka residivisme. Warga binaan harus pulang ke rumah dengan bekal. Kita bukan hanya menghukum, tetapi membangun," pungkas Saiful.
Peresmian SAE di Rutan Ruteng menjadi tonggak penting dalam transformasi sistem pemasyarakatan di Nusa Tenggara Timur, khususnya dalam menjawab tantangan pembinaan narapidana di era modern. Dengan pendekatan humanis, berbasis keterampilan, dan partisipatif, Rutan Ruteng memberi pesan kuat bahwa di balik hukuman, selalu ada harapan.***
TIM

0 Komentar